DALAM keseharin kita sering menyebut dan mendengar orang di sekitar bicara tentang "iman". Tapi apa toh yang dimaksud dengan "iman" itu sebetulnya? Kita sering dengan latah meyebutnya sebagai "keyakinan". Baiklah, tapi "keyakinan" yang seperti apa? Oh, maksud Anda mungkin, "keyakinan pada kebenaran". Nah, Anda mulai menjadi kusut, karena kalau "kebenaran" sudah disebut-sebut, biasanya urusannya malah jadi tambah tidak jelas. Coba saja, memang bisa Anda menjelaskan apa toh yang disebut "kebenaran" itu sendiri?
Iman, memang adalah keyakinan pada suatu nilai, atau pandangan (yang dianggap benar). Tapi jawaban ini masih sangat kurang memadai dan jauh dari memecahkan masalah. Marilah kita lihat dua contoh berikut.
1. Kita sama meyakini bahwa 2 dikali 2 akan sama dengan 4. Apakah jenis "keyakinan" seperti ini yang disebut "Iman"? Jelas. keyakinan pada kebenaran matematis tidak bisa disebut iman..
2. Kita sama tahu dan meyakini bahwa bumi yang kita tempati ini berbentuk bulat. Jadi apakah keyakinan semacam ini yang disebut iman? Bukan, keyakinan pada sebuah kebenaran empirik bukanlah atau belumlah layak digolongkan sebagai "iman".
Iman, ada di atas kedua contoh itu. Kalau kita bicara iman, maka sebetulnya kita bicara soal "meta keyakinan", keyakinan yang mengatasi keyakinan Iman adalah bentuk keyakinan yang justru menguasai kita. Ini berbeda sekali dengan keyakinan pada kebenaran matematis ataupun empirik seperti dicontohkan di atas. Mari kita uji.
Meskipun kita yakin bahwa bumi itu bulat, keyakinan itu tidaklah menguasai kita, malahan kita yang menguasainya. Jadi, misalnya pada suatu hari nanti muncul seorang super jenius yang bisa membuktikan bahwa bumi ternyata tidak bulat, melainkan, katakanlah penyok bentuknya, kita pin tidak akan menjadi gundah dan galau karenanya. Kita akan santai saja (yah, mungkin ada kehebohan sebentar) dan dengan relatif mudah menyesuaikan keyakinan empitik kita dengan formula keyakinan empirik yang baru itu.
Tidak demikian halnya dengan iman. Sekali lagi, dalam urusan ini, imanlah yang menguasai kita, bukan sebaliknya. Seorang biarawati dikabarkan membakar diri sehabis membaca novel The Da Vinci Code. Ia tak bisa menerima Tuhannya, atau lebih tepat, imannya, dihinakan begitu rupa. Sementara itu, para teroris di seluruh dunia berdalih semua kebiadaban mereka dilakukan atas nama perjuangan membela iman.
Hmm, urusan "iman" jauh dari sederhana ya?
No comments:
Post a Comment