JUJUR saja saya termasuk mereka yang sudah bosen dengan berita korupsi. Jadi kalau ketemu berita seperti itu saya merasa sudah cukup dengan membaca judulnya saja--itupun saya lakukgan separuh hati. Soal kelanjutan kisahnya cukup menguping sambil lalu dari obrolan teman sehari-hari. Buat apa musti membuang-buang waktu memonitor kasus yang kita sudah sama tahu juga akan berakhir tidak jelas? Segalanya percuma saja. Ada maling ketangkep, tapi petugas pengadilnya sesama maling juga, jadi tahulah kita cerita akan seperti apa endingnua.
Tapi membaca warta ihwal Ketua MK, Akil Mohtar, yang tertangkap basah, emosi saya yang sudah lama "beku" ternyata masih bisa tersulut juga. Sepertinya publik juga tersengat oleh berita ini. Kejadian ini betul-betul menggempur sisa-sisa "harapan" kita perihal usaha penegakan hukum yang sementara itu kita tahu memanglah bagaikan kerja menegakkan benang basah. Sebuah kerja Sisifus.
Kemarin sewaktu akan pergi ke gereja ada satu kejadian kecil yang mengusik: seorang pengendara sepeda motor meneriaki sebuah truk yang sedang "bertugas" membawa sebuah Ferrary (maaf, kalau saya keliru menuliskannya, saya memang tak familiar dengan merek-merek mobil, apalagi yang "mewah") dengan makian sarkastik yang kayaknya hari-hari ini "mewakili" kemarahan kita kepada koruptor-koruptor itu.
Masalahnya, kemarahan saja tak cukup, dan kalau Presiden saja tak berdaya--sudah lama kita tahu ini--kepada siapa sekarang harapan kudu digantungkan? Kepada Prabowo Subianto? Ah, janganlah membikin saya kembali "menangis terpingkal-pingkal".
No comments:
Post a Comment