21 January 2015

Cerita Silat: Bing Cahyono dan Masyarakat Tjersil



BING CAHYONO, “sang Tongshia dari Surabaya” menempuh jalan yang lebih idealis. Bing, yang memang seorang kolektor buku cerita silat tulen, mencoba menghadirkan kembali buku-buku cerita silat lama sesuai aslinya.  Ia bukan hanya mempertahankan ejaan yang dipakai (khususnya untuk nama tokoh dan istilah “baku” semisal “liehiap” untuk sebutan “pendekar wanita” ) tapi juga mencoba mempertahankan ukuran buku dan perwajahan depan buku sesuai aslinya dulu.

Bersama dengan Masyarakat Tjerita Silat (MTjersil) Surabaya ia mengaku ingin menghilangkan kesan “murahan” yang menempel pada buku-buku cerita silat. Buku-buku terbitannya biasanya muncul dalam format tebal (tak lagi dalam jilid lepasan), tersedia dalam edisi Soft Cover dan Hard Cover, lengkap dengan box yang lumayan keren. Sebagai penggemar lama terus terang saya merasa sangat berterima kasih sekaligus beruntung bisa mendapatkan kembali buku-buku lawas tjianpwe Oey Kiem Tiang (OKT) dan Boe Beng Tjoe dalam kondisi yang sangat “mewah” itu
               
Sayang, pada  penerbitan-penerbitan yang paling akhir buku-buku mereka telah bersalin rupa. Kesan “artistik” yang pada awalnya hadir dengan kuat, kini pupus sudah. Entah ada kisah perseteruan apa di belakang bersalin rupanya buku-buku terbitan Bing Cahyono cs, yang pasti bagi saya justru buku-buku mereka sekarang malah jelas terkesan “murahan”—satu hal yang dulu ingin dijauhi. Lihatlah apa yang terjadi pada penerbitan ulang buku "Soat San Hoei Houw" dan "Hoei Ho Gwa Toan". Sungguh sebuah kecelakaan artistik yang sangat patut disayangkan.

Untunglah Bing masih konsisten mempertahannkan “gaya tutur” sebagaimana dalam kisah aslinya, sehingga “roh” tjianpwe OKT (dan Boe Beng Tjoe) masih bisa kita rasakan kehadirannya saat membolak-balik halaman kitabnya.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...