PERATURAN “three in one” (3 in I) di jalan-jalan protokol Jakarta dibikin dengan niat bagus : mengurangi tingkat kemacetan di ibukota. Tapi kita sudah tahu, niatan itu gagal total. Para pemilik mobil pribadi tidaklah bodoh. Dengan gampang mereka menyiasati aturan itu dengan mencari tumpangan—kalau terpaksa pembantu pun diajak tamasya sebentar ke kantor—atau cukup memanggil para joki yang selalu stand by di jalan.
Meskipun sudah ketahuan gagal, saya kok rasanya agak keberatan kalau misalnya aturan ini dihapuskan saja. Semua tahu peraturan “3 in 1” kini malah menjadi mata pencarian alternatif untuk sebagian penduduk Jakarta. Di tengah situasi ekonomi yang “kolaps” dengan tingkat pengangguran begitu tinggi, menjadi joki 3 in 1 adalah sebuah pilhan yang “apa salahnya” dilakukan di tengah keterjepitan hidup—daripada mandah pasrah, lantas mengemis, atau jadi pengedar narkoba, bukan?
Para pemilik mobil pribadi juga tak dirugikan. Buat sebagian besar mereka, membayar 3 atau 5 ribu perak untuk para joki itu bukanlah soal besar—yah, mungkin seperti membuang daki saja layaknya. Sedang bagi para polisi sendiri juga rasanya tak masalah. Malahan bagi mereka, ini juga sebuah peluang untuk mendapatkan “duit kagetan” apabila kebetulan bisa memergoki mobil pribadi yang masih juga nekat tidak “ber 3 in 1”.
Jadi semua pihak senang dan dapat bagiannya. Hanya satuan Polisi Pamongpraja (PP)—yang seragamnya biru-biru itu—yang kelihatannya kurang bergembira. Ah, barangkali karena mereka tak sempat mencicipi sedikit gurihnya bisnis “3 in 1” ini. Cuma kebagian capeknya doang karena musti tiap kali main udak-udakan dengan para joki.
Meskipun sudah ketahuan gagal, saya kok rasanya agak keberatan kalau misalnya aturan ini dihapuskan saja. Semua tahu peraturan “3 in 1” kini malah menjadi mata pencarian alternatif untuk sebagian penduduk Jakarta. Di tengah situasi ekonomi yang “kolaps” dengan tingkat pengangguran begitu tinggi, menjadi joki 3 in 1 adalah sebuah pilhan yang “apa salahnya” dilakukan di tengah keterjepitan hidup—daripada mandah pasrah, lantas mengemis, atau jadi pengedar narkoba, bukan?
Para pemilik mobil pribadi juga tak dirugikan. Buat sebagian besar mereka, membayar 3 atau 5 ribu perak untuk para joki itu bukanlah soal besar—yah, mungkin seperti membuang daki saja layaknya. Sedang bagi para polisi sendiri juga rasanya tak masalah. Malahan bagi mereka, ini juga sebuah peluang untuk mendapatkan “duit kagetan” apabila kebetulan bisa memergoki mobil pribadi yang masih juga nekat tidak “ber 3 in 1”.
Jadi semua pihak senang dan dapat bagiannya. Hanya satuan Polisi Pamongpraja (PP)—yang seragamnya biru-biru itu—yang kelihatannya kurang bergembira. Ah, barangkali karena mereka tak sempat mencicipi sedikit gurihnya bisnis “3 in 1” ini. Cuma kebagian capeknya doang karena musti tiap kali main udak-udakan dengan para joki.
No comments:
Post a Comment