FENG SHUI sering disalahtafsirkan. Kelompok agamis senang menyebutnya “sesat”, seraya menuduhnya ajaran setan, menduakan Tuhan, dan lain-lain. Sebaliknya mereka yang mengaku “rasional” menganggapnya sebagai omong kosong yang kagak ada logikanya. Betulkah begitu? Saya bukan pakar urusan ini, tapi perkenankanlah nimbrung bicara sedikit.
Secara etimologis, feng shui berarti “air” dan “angin”. Sebetulnya yang dituju dengan dua kata itu adalah semesta, alam ini. Jadi feng shui adalah ilmu yang mengamati alam atau semesta ini. Dalam pandangan ilmu feng shui alam ini tidak statis. Alam ini menyimpan energi. Ia hidup. Ada daya yang terus bergerak, mengalir, sering bertubrukan, dan melahirkan berbagai fenomena alam yang sebagian bisa ditangkap indera, tapi sebagian besar lainnya gagal dideteksi, tapi bisa dirasakan efeknya.
Energi (atau chi dalam istilah sononya) memiliki karakter. Ada yang sifatnya mirip kayu, logam, tanah, air, dan api. Harmoni dalam alam ini akan tercapai manakala tercapai keseimbangan antara kelima unsur itu. Sebaliknya disharmoni alam, biasanya berupa timbulnya bencana, disebabkan terjadinya gangguan pada keseimbangan kelima unsur chi itu.
Manusia, juga memiliki komposisi energi yang sama dengan alam. Kelima varian sifat chi (air, api, dan lainnya itu) juga ada pada manusia. Ada orang yang unsur apinya dominan, dan yang lain varian tanahnya mendominasi. Ini menjelaskan mengapa manusia hadir dangan tabiat dan perilaku berbeda-beda, meski berasal dari rahim yang sama.
Itu sebabnya juga sering disebut bahwa manusia adalah “jagat kecil”, sebagai lawan dari “jagat besar”, semesta ini. Rasa bahagia, damai, akan tercapai apabila terjadi keselarasan lima unsur chi dalam diri manusia yang bersangkutan. Stres, depresi sebaliknya adalah pertanda hilangnya atau terganggunya keselarasan itu.
Yang menarik, “jagat kecil” dan “jagat besar” ini ternyata bisa saling mempengaruhi. Lihat saja misalnya, kondisi cuaca (alam) yang ekstrim ikut mempengaruhi manusia, baik secara fisik maupun psikis. Cuaca hujan dan mendung misalnya cenderung membuat kita murung, selain juga berpotensi pada terjadinya gangguan fisik—sebutlah flu atau pilek. Cuaca panas membuat kita gerah dan gampang naik pitam, dan banyak contoh lain.
Sebaliknya, “jagat kecil”, sang manusia itu, juga bisa mempengaruhi “jagat besar”, atau semesta. Tahukah anda mengapa para motivator sering menganjurkan supaya kita berpikiran positif? Karena berpikir positif (berdoa juga contoh berpkir positif) sebetulnya adalah cara menyelaraskan kelima elemen chi dalam diri kita. Saat keselarasan itu bisa dicapai, suasana hati kita pun berada dalam mood yang prima untuk meladeni apa saja tantangan yang ada. Hidup pun sekonyong terasa berbeda, jadi lebih indah, minimal lebih ramah.
Dalam pandangan feng shui situasi itu adalah pertanda telah tercapainya sinergi yang baik antara kelima unsur chi dalam “jagat kecil”, si manusia, dengan kelima unsur chi dalam “jagat besar”. Ini penjelasan yang sangat logis untuk dipahami. Tak terasa samasekali ada bau klenik di sini. Dan itulah feng shui sebetulnya, secara kasar dan sangat sederhana.
Secara etimologis, feng shui berarti “air” dan “angin”. Sebetulnya yang dituju dengan dua kata itu adalah semesta, alam ini. Jadi feng shui adalah ilmu yang mengamati alam atau semesta ini. Dalam pandangan ilmu feng shui alam ini tidak statis. Alam ini menyimpan energi. Ia hidup. Ada daya yang terus bergerak, mengalir, sering bertubrukan, dan melahirkan berbagai fenomena alam yang sebagian bisa ditangkap indera, tapi sebagian besar lainnya gagal dideteksi, tapi bisa dirasakan efeknya.
Energi (atau chi dalam istilah sononya) memiliki karakter. Ada yang sifatnya mirip kayu, logam, tanah, air, dan api. Harmoni dalam alam ini akan tercapai manakala tercapai keseimbangan antara kelima unsur itu. Sebaliknya disharmoni alam, biasanya berupa timbulnya bencana, disebabkan terjadinya gangguan pada keseimbangan kelima unsur chi itu.
Manusia, juga memiliki komposisi energi yang sama dengan alam. Kelima varian sifat chi (air, api, dan lainnya itu) juga ada pada manusia. Ada orang yang unsur apinya dominan, dan yang lain varian tanahnya mendominasi. Ini menjelaskan mengapa manusia hadir dangan tabiat dan perilaku berbeda-beda, meski berasal dari rahim yang sama.
Itu sebabnya juga sering disebut bahwa manusia adalah “jagat kecil”, sebagai lawan dari “jagat besar”, semesta ini. Rasa bahagia, damai, akan tercapai apabila terjadi keselarasan lima unsur chi dalam diri manusia yang bersangkutan. Stres, depresi sebaliknya adalah pertanda hilangnya atau terganggunya keselarasan itu.
Yang menarik, “jagat kecil” dan “jagat besar” ini ternyata bisa saling mempengaruhi. Lihat saja misalnya, kondisi cuaca (alam) yang ekstrim ikut mempengaruhi manusia, baik secara fisik maupun psikis. Cuaca hujan dan mendung misalnya cenderung membuat kita murung, selain juga berpotensi pada terjadinya gangguan fisik—sebutlah flu atau pilek. Cuaca panas membuat kita gerah dan gampang naik pitam, dan banyak contoh lain.
Sebaliknya, “jagat kecil”, sang manusia itu, juga bisa mempengaruhi “jagat besar”, atau semesta. Tahukah anda mengapa para motivator sering menganjurkan supaya kita berpikiran positif? Karena berpikir positif (berdoa juga contoh berpkir positif) sebetulnya adalah cara menyelaraskan kelima elemen chi dalam diri kita. Saat keselarasan itu bisa dicapai, suasana hati kita pun berada dalam mood yang prima untuk meladeni apa saja tantangan yang ada. Hidup pun sekonyong terasa berbeda, jadi lebih indah, minimal lebih ramah.
Dalam pandangan feng shui situasi itu adalah pertanda telah tercapainya sinergi yang baik antara kelima unsur chi dalam “jagat kecil”, si manusia, dengan kelima unsur chi dalam “jagat besar”. Ini penjelasan yang sangat logis untuk dipahami. Tak terasa samasekali ada bau klenik di sini. Dan itulah feng shui sebetulnya, secara kasar dan sangat sederhana.
No comments:
Post a Comment