Apakah keliru kalau Pilpres bisa selesai dalam satu putaran saja? Jawab : tentu saja tidak ada yang salah. Apa yang disuarakan dalam iklan “Pilpres Satu Putaran” sudah benar belaka : pengiritan duit sebanyak trilyunan adalah salah satu alasan pembenarnya. Jadi mengapa ada yang merasa perlu meributkannya?
Jika konsisten dengan slogan “pro rakyat” mengapa harus menolak “satu putaran”? Apakah dikira “wong cilik” tidak bisa bosen bolak-balik mencontreng? Begitu pun jika benar “lebih cepat lebih baik” adalah slogan yang dijadikan modal kampanye, mengapa pula musti meradang dengan tawaran iklan “satu putaran”? Mengapa jadi tidak konsisten?
Ah, kita sebetulnya sudah paham sepahamnya mengapa ada penolakan itu. Kelompok yang rame berteriak menghujat iklan “satu putaran” sejak awalnya memang tidak teramat yakin bisa meraup hasil baik dalam Pilpres ini. Mereka sudah berhitung cermat bahwa sangat mungkin mereka bahkan bisa langsung rontok di putaran pertama.
Mereka menaruh harapan besar akan bisa memukul balik di putaran kedua lewat jalan “keroyokan” alias koalisi. Karena itulah segala macam skenario dan wacana yang mengarah pada “pemilu satu putaran” membuat mereka kebakaran jenggot.
Tentu saja dalam penolakannya mereka mencoba terlihat ‘‘reasonable”. Misalnya dengan berulangkali menyebut-nyebut keberadaan sang lembaga survey pembuat iklan yang dianggap “tidak netral” karena faktanya memang mereka didanai salah satu capres.
Tapi omong-omong, betulkah iklan “satu putaran” itu menyesatkan dan membohi khalayak? Jawabannya berupa pertanyaan balik : betul begitu gampangkah rakyat kini dibodohi? Saya kira kita sepakat, pemilih sekarang sudah lebih cerdas (dan bebas) untuk memutuskan sendiri memilih yang mana—dengan atau tanpa arahan iklan “satu putaran” itu.
Tapi, mungkin yang paling benar, kalau tak sreg dengan iklan “satu putaran”, ya buatlah juga iklan tandingan yang isinya, umpamanya, Pilpres yang “ideal” seharusnya dua putaran, supaya lebih banyak duit yang beredar, lebih banyak pihak yang dibikin senang, supaya rakyat lebih matang lagi memilihnya.
(Dan supaya kalau ternyata “keok” juga, tidak usah lagi ribut seperti kemarin, menuduh dan menyalah-nyalahkan pihak lain bermain curang).
No comments:
Post a Comment