BAGAIMANA anda memandang hidup dan hari-hari anda? Kualitas hidup anda sangat tergantung dari bagaimana cara anda memandang dan menilainya. Konon ada tiga jenis manusia beserta caranya menilai. Jika hidup ini kita umpamakan saja dengan sebuah kerja membikin tembok, maka 3 jenis orang itu adalah seperti berikut.
Jenis pertama. Orang dari jenis ini melihat dan menilai dirinya tidak lebih dan tidak kurang dari seorang tukang yang sedang memasang batu di atas batu lainnya. Mungkin ia bekerja sembari menggerutu, atau mungkin juga tidak. Tapi kabar buruknya adalah ia tak kuasa melihat lebih jauh : Saya seorang tukang batu, hidup dan kerja saya adalah memasang batu. Titik.
Jenis kedua. Orang dari tipe ini paham bahwa ia seorang tukang batu. Tapi ia sanggup memandang lebih jauh. Ia akan berkata kepada dirinya : Kerja saya memang memasang batu, tapi batu-batu ini nantinya sesudah rampung saya susun akan menjelma menjadi sebentang tembok, kukuh dan gagah. Jadi, dalam kebersahajaannya, dalam ketidakberdayaannya, tipe orang yang ini masih bisa menyisakan hiburan bagi dirinya.
Lalu jenis ketiga. Orang dari tipe ini akan mengatakan kepada dirinya (dan mungkin juga kepada dunia) dengan penuh kebanggaan, bahwa ia bukan hanya sedang menyusun batu untuk mendirikan sebidang tembok yang keren, tapi lebih jauh lagi ia percaya bahwa ia pun sedang menyiapkan sebuah “istana” untuk anak-anak dan masa depannya kelak.
Ia, jenis ketiga ini, mungkin hanya seorang pegawai biasa yang saban pagi berangkat tergopoh-gopoh ke tempat kerjanya naik bis kota yang sumpek berjejal, sehingga belum apa-apa bajunya yang lusuh murahan sudah keringetan dan bau. Mungkin ia akan terpaksa berlari-lari—seraya mengeluh--menguber sisa waktu untuk jangan sampai telat sampai di kantor.
Lalu sepanjang hari ia akan membenamkan dirinya di antara tumpukan kertas dan angka-angka. Mungkin atasannya seorang tiran yang gemar membentaknya. Mungkin gajinya pas-pasan, anaknya masih pada kecil, dan ia terpaksa tinggal mengontrak di sebuah gang buntu, yang kalau hujan jadi lumayan becek. Tapi, siapa tahu diam-diam ia pun ternyata seorang blogger—meski hanya seorang blogger “gurem”.
Saya ingin mengatakan di akhir tulisan ini, siapa tahu, bukan tidak mungkin, ia, ternyata anda sendiri.
Jenis pertama. Orang dari jenis ini melihat dan menilai dirinya tidak lebih dan tidak kurang dari seorang tukang yang sedang memasang batu di atas batu lainnya. Mungkin ia bekerja sembari menggerutu, atau mungkin juga tidak. Tapi kabar buruknya adalah ia tak kuasa melihat lebih jauh : Saya seorang tukang batu, hidup dan kerja saya adalah memasang batu. Titik.
Jenis kedua. Orang dari tipe ini paham bahwa ia seorang tukang batu. Tapi ia sanggup memandang lebih jauh. Ia akan berkata kepada dirinya : Kerja saya memang memasang batu, tapi batu-batu ini nantinya sesudah rampung saya susun akan menjelma menjadi sebentang tembok, kukuh dan gagah. Jadi, dalam kebersahajaannya, dalam ketidakberdayaannya, tipe orang yang ini masih bisa menyisakan hiburan bagi dirinya.
Lalu jenis ketiga. Orang dari tipe ini akan mengatakan kepada dirinya (dan mungkin juga kepada dunia) dengan penuh kebanggaan, bahwa ia bukan hanya sedang menyusun batu untuk mendirikan sebidang tembok yang keren, tapi lebih jauh lagi ia percaya bahwa ia pun sedang menyiapkan sebuah “istana” untuk anak-anak dan masa depannya kelak.
Ia, jenis ketiga ini, mungkin hanya seorang pegawai biasa yang saban pagi berangkat tergopoh-gopoh ke tempat kerjanya naik bis kota yang sumpek berjejal, sehingga belum apa-apa bajunya yang lusuh murahan sudah keringetan dan bau. Mungkin ia akan terpaksa berlari-lari—seraya mengeluh--menguber sisa waktu untuk jangan sampai telat sampai di kantor.
Lalu sepanjang hari ia akan membenamkan dirinya di antara tumpukan kertas dan angka-angka. Mungkin atasannya seorang tiran yang gemar membentaknya. Mungkin gajinya pas-pasan, anaknya masih pada kecil, dan ia terpaksa tinggal mengontrak di sebuah gang buntu, yang kalau hujan jadi lumayan becek. Tapi, siapa tahu diam-diam ia pun ternyata seorang blogger—meski hanya seorang blogger “gurem”.
Saya ingin mengatakan di akhir tulisan ini, siapa tahu, bukan tidak mungkin, ia, ternyata anda sendiri.
No comments:
Post a Comment