APAKAH anda termasuk orang yang selama ini dibingungkan dan dibikin penasaran oleh pertanyaan “mana lebih dulu, ayam atau telur”? Saya termasuk yang penasaran dengan pertanyaan itu. Tapi belum lama ini saya merasa sudah “mendapatkan” jawaban yang kiranya memadai atas pertanyaan “gawat” itu.
Orang biasanya terjebak pada alur logika pertanyaan itu, dan mengandalkan juga logika untuk memecahkan pertanyaan tersebut. Hasilnya adalah kebuntuan. Itulah nasib orang-orang yang begitu percaya bahwa hidup ini semata permainan logika dan rasio belaka. Kalau tak bisa dikalkulasi secara logis lalu dianggap nonsens.
Jadi, “mana lebih dulu, ayam atau telus”? Jawabnya adalah “ayam”. Ini bukan asal jawaban lho, tapi punya dasar teologis yang sahih (cailah!). Kalau tak percaya periksalah salah satu perikop dalam Kitab Kejadian Perjanjian Lama. Biarlah saya kutipkan itu secara bebas di luar kepala. Di sana jelas sekali tertulis bahwa “… pada hari kesekian Allah menciptakan hewan bla bla bla dst”.Perhatikan, tidak dikatakan di sana Allah menciptakan “telur”, tetapi “hewan”.
Dengan begitu, bagi saya masalahnya clear sudah. Sangat sederhana ternyata. Tentu saja, anda para pemuja logika—yang biasanya juga sangat menganggap enteng otoritas Kitab Suci—akan menganggap ini jawaban ngawur dan asal. Terserah saja. Hak anda untuk bersikap begitu.
Orang biasanya terjebak pada alur logika pertanyaan itu, dan mengandalkan juga logika untuk memecahkan pertanyaan tersebut. Hasilnya adalah kebuntuan. Itulah nasib orang-orang yang begitu percaya bahwa hidup ini semata permainan logika dan rasio belaka. Kalau tak bisa dikalkulasi secara logis lalu dianggap nonsens.
Jadi, “mana lebih dulu, ayam atau telus”? Jawabnya adalah “ayam”. Ini bukan asal jawaban lho, tapi punya dasar teologis yang sahih (cailah!). Kalau tak percaya periksalah salah satu perikop dalam Kitab Kejadian Perjanjian Lama. Biarlah saya kutipkan itu secara bebas di luar kepala. Di sana jelas sekali tertulis bahwa “… pada hari kesekian Allah menciptakan hewan bla bla bla dst”.Perhatikan, tidak dikatakan di sana Allah menciptakan “telur”, tetapi “hewan”.
Dengan begitu, bagi saya masalahnya clear sudah. Sangat sederhana ternyata. Tentu saja, anda para pemuja logika—yang biasanya juga sangat menganggap enteng otoritas Kitab Suci—akan menganggap ini jawaban ngawur dan asal. Terserah saja. Hak anda untuk bersikap begitu.
No comments:
Post a Comment