Berita Terkait – Sumber Kompas.Com
Peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Saiful Mujani tampaknya tersinggung dengan tuduhan anggota Timkamnas Mega-Prabowo, Maruarar Sirait, yang mencurigai lembaga survei menjadi bagian dari desain besar melegitimasi pemilu satu putaran. Saiful dan Ara sempat saling bersitegang dan berdiri dengan tatapan tajam satu sama lain.
Saiful dengan tegas mengatakan, hasil survei tak bisa disalahkan. Apalagi, menuduh lembaga survei menjadi bagian dari konspirasi tersebut. "Tim sukses itu seharusnya membicarakan apa yang akan dilakukan dengan hasil survei. Tidak perlu mencari kambing hitam, mengatakan lembaga survei memobilisasi pemilih. Jangan terlalu keras bahwa survei ini bagian dari desain," kata mantan Direktur LSI ini.
Mendengar tanggapan ini, Maruarar—yang biasa disapa Ara, langsung menyahut, "Anda tanpa sadar dijadikan bagian dari kecurangan. Dalam film itu ada sutradara, aktor," ujarnya.
"Itu hanya spekulasi kalau menuduh survei bagian dari konspirasi kecurangan pemilu. Bahaya sekali kalau banyak orang seperti Ara di negeri ini," timpalnya.
Ketegangan antarkeduanya ditengahi oleh moderator, Burhanuddin Muhtadi, yang juga peneliti senior LSI. Saiful juga menegaskan, hasil survei hanya merupakan potret opini publik.
Sementara Ara tetap berkeyakinan ada desain seperti yang disangkakannya. "Suatu saat pasti terungkap," kata politisi PDI Perjuangan ini.
Semacam Komentar
Tuduhan adanya “konspirasi” pada Pemilu 2009 makin santer terdengar hari-hari ini. Megawati misalnya, beberapa kali dengan terang-terangan di depan umum mengeluarkan statemen yang menuduh adanya rekayasa sistematis pada Pemilu ini kali ini untuk memenangkan kelompok tertentu.
Pada saat diundang dalam acara Kick Andy di Metro TV, ia dengan santai dan yakinnya mengatakan bahwa hasil Pemilu Legislatif kemarin (yang memenangkan Partai Demokrat dan mempecundangi sejumlah parpol besar, termasuk PDIP di dalamnya), sebagai “bukti tak terbantah dari adanya rekayasa kecurangan itu”.
Sebagai catatan, hasil Pemilu Legislatif 9 April 2009 itu nyatanya memang “sesuai” dengan “ramalan” yang dikeluarkan Lembaga Survey Indonesia hanya beberapa hari saja sebelum saat pencontrengan. Tapi apakah ini sungguh “fakta” yang lantas bisa diajukan sebagai bukti adanya kecurangan? Mestinya tidak semudah itu. Bagaimana kalau "kesesuaian" itu kelak terbukti semata-mata terjadi karena sahihnya metodologi yang diterapkan?
Saya hedak bilang, Megawati sebagai seorang pimpinan organisasi politik besar (dengan jumlah massa pengikut yang juga besar) tidakkah sebaiknya lebih bisa menahan diri dalam mengeluarkan pernyataan politiknya--sebelum segala sesuatunya bisa terang benderang dibuktikan. Sebab implikasinya bisa sangat tak terduga.
Maka saya pun jadi bertanya-tanya, jika nanti dalam Pilpres ternyata Megawati kalah lagi, bisakah ia menerima kenyataan itu. Atau seperti tokoh oposisi di Iran yang kalah tanding kemarin, malah berbalik menebar hasutan yang menyebabkan terbitnya kerusuhan besar. Saya berharap ketakutan ini hanya halusinasi saya belaka.
1 comment:
Saya punya beberapa kebijaksanaan indah.
Post a Comment