ANGGAPAN bahwa ngeblog adalah sebuah kemewahan kadang mengusik saya. Sebuah “kemewahan” karena kegiatan ini mengandaikan adanya seperangkat komputer--sebuah benda yang memang masih “mewah” untuk kondisi kita hari ini. Dan kalau misalnya tak punya komputer, ngeblog mungkin dilakukan di warnet, dan itu artinya hanya mereka yang punya duit lebihlah yang bisa melakukannya. Dan “berduit lebih” itu jelas sebuah kemewahan, bukan?
Ngeblog juga mengandaikan adanya “pengetahuan” yang buat banyak orang saat ini belum terbayangkan. Lagi-lagi ini bisa dianggap indikator “kemewahan”, atau ini barangkali bisa disebut semacam “kegenitan”? Ketika sebagian orang bergelimpangan dirundung petaka—tsunami, gempa bumi, lumpur panas, phk semena-mena—sejumlah orang lainnya—di mana saya kini terhitung di dalamnya—malah asyik berhahahihi ngeblog. Pada momen bening seperti ini nurani saya kadang berontak : masih bermoralkah saya dengan kerja ngeblog saya ini?
Barangkali saya kelewat sensitif, atau cengeng, entahlah. Tapi saya sebetulnya bersyukur sudah “dirongrong” oleh pertanyaan-pertanyaan “cengeng” seperti itu. Bagi saya ini semacam warning yang wajib saya taati, yaitu bahwa kesempatan langka ngeblog yang saya miliki—lebih tepat saya dapatkan—ini sebaiknya membawa manfaat, sekecil apa pun manfaat itu. Ngeblog janganlah berhenti pada sekedar, maaf, onani kata-kata.
Ngeblog juga mengandaikan adanya “pengetahuan” yang buat banyak orang saat ini belum terbayangkan. Lagi-lagi ini bisa dianggap indikator “kemewahan”, atau ini barangkali bisa disebut semacam “kegenitan”? Ketika sebagian orang bergelimpangan dirundung petaka—tsunami, gempa bumi, lumpur panas, phk semena-mena—sejumlah orang lainnya—di mana saya kini terhitung di dalamnya—malah asyik berhahahihi ngeblog. Pada momen bening seperti ini nurani saya kadang berontak : masih bermoralkah saya dengan kerja ngeblog saya ini?
Barangkali saya kelewat sensitif, atau cengeng, entahlah. Tapi saya sebetulnya bersyukur sudah “dirongrong” oleh pertanyaan-pertanyaan “cengeng” seperti itu. Bagi saya ini semacam warning yang wajib saya taati, yaitu bahwa kesempatan langka ngeblog yang saya miliki—lebih tepat saya dapatkan—ini sebaiknya membawa manfaat, sekecil apa pun manfaat itu. Ngeblog janganlah berhenti pada sekedar, maaf, onani kata-kata.