11 July 2007

Masih Percaya Mujizat?

MASIHKAH anda percaya pada “mujizat”? Jawaban anda atas pertanyaan itu sangat tergantung pada pemahaman anda tentang apa itu “mujizat”. Ya, apa sebetulnya “mujizat”? Bagi kebanyakan orang kata itu akan membawa pada pengertian sesuatu yang dalam takaran akal sehat adalah “mustahil”. Mujizatlah namanya apabila seorang yang sudah divonis dokter bakal “lewat”, umpamanya, ternyata malah bugar kembali.

Persepsi kita tentang “mujizat” adalah seperti itu. Mujizat adalah sebuah atau serangkaian peristiwa yang “melawan akal sehat”, atau lebih spesifik lagi, mujizat adalah sebuah peristiwa yang spektakuler. Seperti kisah laut yang terbelah dua dalam Perjanjian Lama sewaktu iring-iringan orang Israel diuber-uber bala tentara Fir’aun, misalnya. Atau seperti ketika Sang Guru mengubah air menjadi anggur dalam sebuah pesta pernikahan.

Pemahaman “mujizat” sebagai sebuah atau serangkain kejadian yang “spektakuler” dan melawan akal sehat, sebetulnya tidak salah samasekali. Masalahnya adalah kejadian atau peristiwa apa sajakah yang layak disebut “spektakuler” dan “melawan akal” itu? Kalau persepsi kita terkurung pada model cerita lama seperti dicontohkan di atas, kita akan tidak ragu mengatakan bahwa zaman “mujizat” kini sudah lewat.

Untunglah zaman “mujizat” dengan sebenarnya memang belum lewat. Yang “melawan akal” dan yang “spektakuler” masih terus berlangsung setiap hari. Masalahnya adalah kebanyakan kita sudah menjadi begitu tumpul untuk bisa merasakan itu. Banyak dari kita bangun setiap pagi seraya mengeluh karena merasa segalanya masih sama, atau bertambah buruk—tanpa pernah menyadari bahwa “mujizatlah” namanya kalau kita masih bisa mendusin dari tidur kita, lantas masih bisa bebas pula menyedot oksigen tanpa dimintai bayaran.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...